Oleh : Prof. Dr. H. Imam Suproyogo ( Mantan Rektor UIN Malang )
Betapa pentingnya rasa keadilan bagi semua orang tanpa terkecuali. Untuk mendapatkannya orang bersedia berjuang dengan cara dan mengorbankan apapun yang dipunyai. Keadilan sama artinya dengan harga dirinya. Oleh karena itu, keadilan oleh siapapun selalu dibela dan diperjuangkan.
28 Maret 2014
Betapa pentingnya rasa keadilan bagi semua orang tanpa terkecuali. Untuk mendapatkannya orang bersedia berjuang dengan cara dan mengorbankan apapun yang dipunyai. Keadilan sama artinya dengan harga dirinya. Oleh karena itu, keadilan oleh siapapun selalu dibela dan diperjuangkan.
Islam juga demikian, bahwa salah satu misi ajaran yang dibawa
oleh Muhammad saw., adalah menciptakan rasa adil di tengah-tengah
kehidupan masyarakat. Manakala rasa keadilan tidak diperoleh, maka
masyarakat akan bergejolak. Begitu pula sebaliknya, masyakat akan
menjadi tenang,------- apapun yang terjadi, manakala rasa keadilan telah
diperoleh.
Betapa pentingnya rasa keadilan harus ditegakkan dan dirasakan oleh masyarakat, hingga Nabi Muhammad pernah mengatakan, : “ andaikan Fathimah binti Muhammad mencuri, maka saya sendiri yang akan memotong tangannya”. Kalimat yang keluar dari Rasul ini menggambarkan betapa keadilan harus ditegakkan terhadap siapapun.
Atas dasar pandangan seperti itu, maka pengadilan seharusnya mampu melahirkan rasa keadilan di tengah-tengah masyarat. Bahkan, keberadaan pengadilan itu sendiri sebenarnya adalah untuk menjadikan masyarakat hidup tenteram dan damai oleh karena adanya keadilan, dan bukan sebaliknya. Pengadilan yang tidak berhasil membuahkan rasa keadilan justru akan meresahkan masyarakat dan sekaligus menunjukkan tentang kualitas pengadilan itu sendiri.
Hari Kamis, tanggal 27 Maret 2014, saya mendapatkan tilpun dari salah seorang staf Pimpinan STAIN Bukit Tinggi, memberikan kabar bahwa Dr. Ismail, Ketua Perguruan Tinggi Islam itu sudah dieksekusi, dan harus menjalani hukuman selama dua tahun dan denda sebesar Rp. 100 juta. Tentu kabar itu mengagetkan, oleh karena setahu saya, dulu kasus yang menimpanya, yakni terkait pembukaan program studi baru, sudah diputus bebas murni oleh Pendadilan Negeri Sumatera Barat.
Putusan yang dijatuhkan oleh Pengadilan Negeri Sumatera Barat dimaksud, menurut keyakinan saya, telah dirasakan benar-benar memenuhi tuntutan rasa keadilan oleh semua pihak yang terkait dengan kasus itu. Buktinya, atas putusan itu tidak ada gejolak dan justru sebaliknya, masyarakat menyambut gembira. Maka artinya, kualitas putusan pengadilan negeri setempat sudah sedemikian tepat. Hakim ternyata mampu melihat aspirasi dan bukti-bukti hukum yang ada. Namun anehnya, keputusan yang berkualitas itu ternyata dipatahkan oleh Mahkamah Agung atas kasasi yang diajukan oleh kejaksaan setempat.
Sebagai orang yang awam terhadap hukum, maka untuk mengetahui kualitas keputusan pengadilan hanya sebatas dari melihat respon masyarakat yang terkait dengan kasus itu. Manakala keputusan itu melahirkan ketenangan dan bukan sebaliknya, maka keputusan itu berkualitas. Sebab, kehadiran institusi pengadilan sebetulnya bukan untuk lembaga pengadilan itu sendiri, melainkan adalah untuk masyarakatnya. Oleh karenanya, adalah seharusnya untuk melahirkan rasa keadilan itu, maka pihak-pihak yang terkait harus dan harus sangat hati-hati. Untuk membuahkan rasa keadilan, maka pejabatnya tidak saja cukup mempertimbangkan pasal-pasal yang terkait dengan kasusnya, melainkan juga seharusnya memperhatikan mata hati atau nurani masyarakatnya.
Dr. Ismail, sebagai Ketua STAIN Bukit Tinggi, beberapa tahun lalu membuka program studi baru yang kemudian dianggap salah dan akhirnya harus masuk penjara. Kebijakannya itu, manakala digali secara mendalam, sebenarnya sama sekali bukan didorong untuk memenuhi kepentingan dirinya sendiri dan apalagi didasari oleh niat jahat. Apa yang dilakukannya itu justru untuk menolong dan memenuhi aspirasi atau kebutuhan masyarakatnya. Dr. Ismail sebagai pemimpin lembaga pendidikan tinggi Islam itu ingin mendidik agar anak-anak bangsa menjadi semakin cerdas dan memiliki pengetahuan atau bidang ilmu yang sesuai dengan kebutuhan masyarakatnya.
Memang kekurangannya, pada waktu pembukaan jurusan atau program studi baru itu belum memperoleh ijin tertulis dari pemerintah pusat. Pembukaan program studi baru yang sementara itu Ijin tertulis belum diterima, adalah bukan karena ingin menyalahi peraturan, tidak loyal atau membangkang, melainkan permohonan ijin dimaksud sedang dalam proses penyelesaian. Di negeri ini, sekedar mengurus ijin pembukaan program studi baru di perguruan tinggi adalah bukan perkara mudah. Biasanya, harus lewat tahap-tahap birokrasi yang panjang dan memerlukan waktu yang lama.
Atas dasar pengalaman itu, maka dianggap hal biasa, perguruan tinggi negeri sudah menerima mahasiswa baru sambil menunggu ijin dimaksud keluar dari pemerintah pusat. Apalagi, biasanya pihak yang menilai kelayakan program studi itu meloloskan manakala usulan itu benar-benar ada peminatnya. Sementara itu, bagaimana mungkin mengetahui ada peminat, jika program studi itu belum dibuka. Hal demikian itulah yang dijadikan alasan, bahwa sebelum ijin keluar, program studi itu dibuka terlebih dahulu. Dan kenyataan itu berhasil ditangkap oleh Pengadilan Negeri Sumatera Barat, sehingga akhirnya, Dr. Ismail yang diadili atas kasus pembukaan program studi baru diputus bebas murni. Keputusan itu dirasakan sangat tepat dan adil, dengan bukti, tidak ada pihak manapun yang dirugikan, dan bahkan sebaliknya, masyarakat benar-benar merasa diuntungkan.
Namun kemudian sayangnya, atas kasasi yang diajukan oleh pihak kejaksaan setempat, Dr. Ismail oleh Mahkamah Agung diputus salah dan harus menjalani hukuman penjara, bahkan harus membayar denda yang sedemikian besar. Sebagai orang yang lama berkecimpung dalam memimpin lembaga pendidikan tinggi Islam yang merasakan sedemikian berat, maka mendengar kabar, ------sekalipun hanya lewat tilpun, saya merasa prihatin dan sedih. Prihatin dan sedih oleh karena, orang yang berkreasi untuk berusaha memenuhi aspirasi masyarakatnya, ingin berbuat baik, mencerdaskan anak-anak bangsa, justru diadili dan dihukum penjara.
Menghayati liku-liku proses pengurusan surat ijin pembukaan program studi baru sedemikian lama dan berat, maka sebenarnya apa yang dilakukan oleh Dr. Ismail sangat bisa dipahami. Apalagi kemudian, ijin itu ternyata juga dikeluarkan oleh pemerintah, dalam hal ini Kementerian Agama. Artinya, apa yang dilakukan oleh Dr. Ismail, sebagai Ketua STAIN Bukit Tinggi, menunjukkan bukan sesuatu yang terlalu salah dan apalagi disebut sebagai sebuah kejahatan. Oleh karena itu, atas keputusan yang diterimanya, maka semogalah, ia dikaruniai oleh Allah swt., kesabaran dan keikhlasan, sekalipun hal itu secara nurani memang sangat berat, dan bahkan sangat sulit disebut adil, apalagi oleh orang yang mampu menghayati persoalan itu. Maka, semogalah Mahkamah Agung segera berkenan meninjau kembali keputusan ini, demi rasa keadilan yang selalu didambakan oleh semua orang. Wallahu a’lam.
Sumber : http://www.imamsuprayogo.com/viewd_artikel.php?pg=2179
Betapa pentingnya rasa keadilan harus ditegakkan dan dirasakan oleh masyarakat, hingga Nabi Muhammad pernah mengatakan, : “ andaikan Fathimah binti Muhammad mencuri, maka saya sendiri yang akan memotong tangannya”. Kalimat yang keluar dari Rasul ini menggambarkan betapa keadilan harus ditegakkan terhadap siapapun.
Atas dasar pandangan seperti itu, maka pengadilan seharusnya mampu melahirkan rasa keadilan di tengah-tengah masyarat. Bahkan, keberadaan pengadilan itu sendiri sebenarnya adalah untuk menjadikan masyarakat hidup tenteram dan damai oleh karena adanya keadilan, dan bukan sebaliknya. Pengadilan yang tidak berhasil membuahkan rasa keadilan justru akan meresahkan masyarakat dan sekaligus menunjukkan tentang kualitas pengadilan itu sendiri.
Hari Kamis, tanggal 27 Maret 2014, saya mendapatkan tilpun dari salah seorang staf Pimpinan STAIN Bukit Tinggi, memberikan kabar bahwa Dr. Ismail, Ketua Perguruan Tinggi Islam itu sudah dieksekusi, dan harus menjalani hukuman selama dua tahun dan denda sebesar Rp. 100 juta. Tentu kabar itu mengagetkan, oleh karena setahu saya, dulu kasus yang menimpanya, yakni terkait pembukaan program studi baru, sudah diputus bebas murni oleh Pendadilan Negeri Sumatera Barat.
Putusan yang dijatuhkan oleh Pengadilan Negeri Sumatera Barat dimaksud, menurut keyakinan saya, telah dirasakan benar-benar memenuhi tuntutan rasa keadilan oleh semua pihak yang terkait dengan kasus itu. Buktinya, atas putusan itu tidak ada gejolak dan justru sebaliknya, masyarakat menyambut gembira. Maka artinya, kualitas putusan pengadilan negeri setempat sudah sedemikian tepat. Hakim ternyata mampu melihat aspirasi dan bukti-bukti hukum yang ada. Namun anehnya, keputusan yang berkualitas itu ternyata dipatahkan oleh Mahkamah Agung atas kasasi yang diajukan oleh kejaksaan setempat.
Sebagai orang yang awam terhadap hukum, maka untuk mengetahui kualitas keputusan pengadilan hanya sebatas dari melihat respon masyarakat yang terkait dengan kasus itu. Manakala keputusan itu melahirkan ketenangan dan bukan sebaliknya, maka keputusan itu berkualitas. Sebab, kehadiran institusi pengadilan sebetulnya bukan untuk lembaga pengadilan itu sendiri, melainkan adalah untuk masyarakatnya. Oleh karenanya, adalah seharusnya untuk melahirkan rasa keadilan itu, maka pihak-pihak yang terkait harus dan harus sangat hati-hati. Untuk membuahkan rasa keadilan, maka pejabatnya tidak saja cukup mempertimbangkan pasal-pasal yang terkait dengan kasusnya, melainkan juga seharusnya memperhatikan mata hati atau nurani masyarakatnya.
Dr. Ismail, sebagai Ketua STAIN Bukit Tinggi, beberapa tahun lalu membuka program studi baru yang kemudian dianggap salah dan akhirnya harus masuk penjara. Kebijakannya itu, manakala digali secara mendalam, sebenarnya sama sekali bukan didorong untuk memenuhi kepentingan dirinya sendiri dan apalagi didasari oleh niat jahat. Apa yang dilakukannya itu justru untuk menolong dan memenuhi aspirasi atau kebutuhan masyarakatnya. Dr. Ismail sebagai pemimpin lembaga pendidikan tinggi Islam itu ingin mendidik agar anak-anak bangsa menjadi semakin cerdas dan memiliki pengetahuan atau bidang ilmu yang sesuai dengan kebutuhan masyarakatnya.
Memang kekurangannya, pada waktu pembukaan jurusan atau program studi baru itu belum memperoleh ijin tertulis dari pemerintah pusat. Pembukaan program studi baru yang sementara itu Ijin tertulis belum diterima, adalah bukan karena ingin menyalahi peraturan, tidak loyal atau membangkang, melainkan permohonan ijin dimaksud sedang dalam proses penyelesaian. Di negeri ini, sekedar mengurus ijin pembukaan program studi baru di perguruan tinggi adalah bukan perkara mudah. Biasanya, harus lewat tahap-tahap birokrasi yang panjang dan memerlukan waktu yang lama.
Atas dasar pengalaman itu, maka dianggap hal biasa, perguruan tinggi negeri sudah menerima mahasiswa baru sambil menunggu ijin dimaksud keluar dari pemerintah pusat. Apalagi, biasanya pihak yang menilai kelayakan program studi itu meloloskan manakala usulan itu benar-benar ada peminatnya. Sementara itu, bagaimana mungkin mengetahui ada peminat, jika program studi itu belum dibuka. Hal demikian itulah yang dijadikan alasan, bahwa sebelum ijin keluar, program studi itu dibuka terlebih dahulu. Dan kenyataan itu berhasil ditangkap oleh Pengadilan Negeri Sumatera Barat, sehingga akhirnya, Dr. Ismail yang diadili atas kasus pembukaan program studi baru diputus bebas murni. Keputusan itu dirasakan sangat tepat dan adil, dengan bukti, tidak ada pihak manapun yang dirugikan, dan bahkan sebaliknya, masyarakat benar-benar merasa diuntungkan.
Namun kemudian sayangnya, atas kasasi yang diajukan oleh pihak kejaksaan setempat, Dr. Ismail oleh Mahkamah Agung diputus salah dan harus menjalani hukuman penjara, bahkan harus membayar denda yang sedemikian besar. Sebagai orang yang lama berkecimpung dalam memimpin lembaga pendidikan tinggi Islam yang merasakan sedemikian berat, maka mendengar kabar, ------sekalipun hanya lewat tilpun, saya merasa prihatin dan sedih. Prihatin dan sedih oleh karena, orang yang berkreasi untuk berusaha memenuhi aspirasi masyarakatnya, ingin berbuat baik, mencerdaskan anak-anak bangsa, justru diadili dan dihukum penjara.
Menghayati liku-liku proses pengurusan surat ijin pembukaan program studi baru sedemikian lama dan berat, maka sebenarnya apa yang dilakukan oleh Dr. Ismail sangat bisa dipahami. Apalagi kemudian, ijin itu ternyata juga dikeluarkan oleh pemerintah, dalam hal ini Kementerian Agama. Artinya, apa yang dilakukan oleh Dr. Ismail, sebagai Ketua STAIN Bukit Tinggi, menunjukkan bukan sesuatu yang terlalu salah dan apalagi disebut sebagai sebuah kejahatan. Oleh karena itu, atas keputusan yang diterimanya, maka semogalah, ia dikaruniai oleh Allah swt., kesabaran dan keikhlasan, sekalipun hal itu secara nurani memang sangat berat, dan bahkan sangat sulit disebut adil, apalagi oleh orang yang mampu menghayati persoalan itu. Maka, semogalah Mahkamah Agung segera berkenan meninjau kembali keputusan ini, demi rasa keadilan yang selalu didambakan oleh semua orang. Wallahu a’lam.
Sumber : http://www.imamsuprayogo.com/viewd_artikel.php?pg=2179