29 Mar 2014

Pengadilan Seharusnya Melahirkan Rasa Keadilan

Oleh : Prof. Dr. H. Imam Suproyogo ( Mantan Rektor UIN Malang )
28 Maret 2014

Betapa pentingnya rasa keadilan bagi semua orang tanpa terkecuali. Untuk mendapatkannya orang  bersedia berjuang dengan cara dan mengorbankan apapun yang dipunyai. Keadilan sama artinya dengan harga dirinya. Oleh karena itu, keadilan oleh  siapapun selalu dibela dan   diperjuangkan. 

Islam juga demikian, bahwa salah satu misi ajaran yang dibawa oleh Muhammad saw., adalah menciptakan rasa adil di tengah-tengah kehidupan masyarakat. Manakala rasa keadilan tidak diperoleh, maka masyarakat akan bergejolak. Begitu pula sebaliknya, masyakat akan menjadi tenang,------- apapun yang terjadi, manakala rasa keadilan telah diperoleh.

Betapa pentingnya rasa keadilan harus ditegakkan dan dirasakan oleh masyarakat, hingga Nabi Muhammad pernah mengatakan, : “ andaikan Fathimah binti Muhammad mencuri, maka saya sendiri yang akan memotong tangannya”. Kalimat yang keluar dari  Rasul ini menggambarkan betapa keadilan harus ditegakkan terhadap siapapun.

Atas dasar pandangan seperti itu, maka pengadilan seharusnya mampu melahirkan rasa keadilan  di tengah-tengah masyarat. Bahkan, keberadaan pengadilan itu sendiri  sebenarnya adalah untuk menjadikan masyarakat hidup tenteram dan damai oleh karena adanya keadilan, dan bukan sebaliknya. Pengadilan yang tidak berhasil  membuahkan rasa keadilan justru akan meresahkan masyarakat dan sekaligus menunjukkan tentang kualitas pengadilan itu sendiri.

Hari Kamis, tanggal 27 Maret 2014, saya mendapatkan tilpun dari salah seorang staf Pimpinan STAIN Bukit Tinggi, memberikan kabar bahwa Dr. Ismail, Ketua Perguruan Tinggi Islam itu sudah dieksekusi, dan harus menjalani hukuman selama dua tahun dan denda sebesar Rp. 100 juta. Tentu kabar itu mengagetkan, oleh karena setahu saya,  dulu  kasus yang menimpanya, yakni  terkait pembukaan program studi baru,  sudah diputus bebas murni oleh Pendadilan Negeri Sumatera Barat.

Putusan yang dijatuhkan oleh Pengadilan Negeri Sumatera Barat dimaksud, menurut keyakinan saya,  telah   dirasakan benar-benar memenuhi tuntutan rasa keadilan oleh semua pihak  yang terkait dengan kasus itu. Buktinya, atas putusan itu tidak ada gejolak dan justru sebaliknya, masyarakat menyambut gembira. Maka artinya, kualitas putusan pengadilan negeri setempat  sudah sedemikian tepat. Hakim ternyata mampu melihat aspirasi dan bukti-bukti hukum yang ada. Namun anehnya, keputusan yang berkualitas itu ternyata dipatahkan oleh  Mahkamah  Agung atas kasasi yang diajukan oleh kejaksaan setempat.

Sebagai orang yang awam terhadap hukum, maka untuk mengetahui kualitas keputusan pengadilan hanya sebatas dari  melihat respon masyarakat yang terkait dengan kasus itu. Manakala keputusan itu melahirkan ketenangan dan bukan sebaliknya, maka keputusan itu berkualitas. Sebab, kehadiran institusi pengadilan sebetulnya  bukan untuk lembaga pengadilan itu sendiri, melainkan adalah untuk masyarakatnya. Oleh karenanya, adalah seharusnya  untuk melahirkan  rasa keadilan itu, maka  pihak-pihak yang terkait harus dan harus  sangat hati-hati. Untuk membuahkan rasa keadilan, maka pejabatnya   tidak saja cukup mempertimbangkan pasal-pasal  yang terkait dengan kasusnya, melainkan juga seharusnya memperhatikan mata hati atau  nurani masyarakatnya.    

Dr. Ismail, sebagai Ketua STAIN Bukit Tinggi, beberapa tahun lalu membuka program studi baru yang kemudian dianggap salah dan akhirnya harus masuk penjara. Kebijakannya itu,  manakala digali secara mendalam, sebenarnya sama sekali bukan didorong untuk memenuhi  kepentingan dirinya sendiri dan apalagi didasari  oleh niat jahat. Apa yang dilakukannya itu justru untuk menolong dan memenuhi aspirasi atau kebutuhan masyarakatnya. Dr. Ismail sebagai pemimpin lembaga pendidikan tinggi Islam itu ingin mendidik agar anak-anak bangsa  menjadi semakin cerdas dan memiliki pengetahuan atau  bidang ilmu yang sesuai dengan kebutuhan masyarakatnya.

Memang kekurangannya, pada waktu pembukaan jurusan atau program studi baru itu belum memperoleh ijin tertulis dari pemerintah pusat. Pembukaan  program studi baru yang sementara itu Ijin tertulis belum diterima, adalah bukan karena ingin menyalahi  peraturan, tidak loyal atau membangkang,  melainkan permohonan ijin  dimaksud  sedang dalam proses penyelesaian. Di negeri ini,  sekedar mengurus ijin pembukaan program studi baru di perguruan  tinggi  adalah bukan perkara mudah.  Biasanya,  harus lewat tahap-tahap birokrasi yang panjang dan memerlukan  waktu yang lama.

Atas dasar pengalaman itu,   maka dianggap  hal biasa, perguruan tinggi negeri sudah  menerima mahasiswa baru sambil menunggu ijin dimaksud  keluar dari pemerintah pusat. Apalagi, biasanya pihak yang menilai kelayakan program studi itu meloloskan  manakala usulan itu  benar-benar ada peminatnya.  Sementara itu,  bagaimana mungkin  mengetahui ada peminat, jika program studi itu belum dibuka. Hal demikian itulah yang dijadikan alasan, bahwa sebelum ijin keluar,  program studi itu dibuka terlebih dahulu. Dan kenyataan itu  berhasil ditangkap oleh Pengadilan Negeri Sumatera Barat, sehingga  akhirnya, Dr. Ismail yang diadili atas kasus pembukaan program studi baru diputus bebas murni. Keputusan itu dirasakan sangat tepat dan adil,  dengan bukti,  tidak  ada pihak manapun yang  dirugikan, dan bahkan sebaliknya, masyarakat benar-benar merasa  diuntungkan.

Namun  kemudian sayangnya, atas kasasi yang diajukan oleh  pihak kejaksaan setempat, Dr. Ismail oleh Mahkamah Agung diputus salah dan harus menjalani hukuman penjara,  bahkan harus membayar denda yang sedemikian besar.  Sebagai orang yang lama berkecimpung dalam memimpin lembaga pendidikan tinggi Islam yang merasakan sedemikian berat, maka  mendengar kabar, ------sekalipun hanya lewat tilpun, saya merasa prihatin dan sedih. Prihatin dan sedih oleh karena, orang yang berkreasi untuk berusaha memenuhi  aspirasi masyarakatnya, ingin berbuat baik, mencerdaskan  anak-anak bangsa, justru diadili dan dihukum penjara.

Menghayati liku-liku proses pengurusan surat ijin pembukaan program studi baru sedemikian lama dan berat, maka sebenarnya apa yang dilakukan oleh Dr. Ismail sangat bisa dipahami.  Apalagi kemudian,  ijin  itu ternyata juga dikeluarkan oleh pemerintah, dalam hal ini Kementerian Agama.  Artinya, apa yang dilakukan oleh Dr. Ismail, sebagai Ketua STAIN Bukit Tinggi,  menunjukkan  bukan sesuatu yang terlalu salah dan apalagi disebut  sebagai sebuah kejahatan. Oleh karena itu, atas keputusan yang diterimanya,  maka semogalah,  ia  dikaruniai  oleh Allah swt., kesabaran dan keikhlasan, sekalipun hal itu  secara nurani memang sangat berat, dan bahkan  sangat sulit disebut  adil, apalagi  oleh orang yang mampu menghayati persoalan itu. Maka, semogalah Mahkamah Agung segera berkenan meninjau kembali keputusan ini, demi rasa keadilan yang selalu didambakan oleh semua orang. Wallahu a’lam.

Sumber : http://www.imamsuprayogo.com/viewd_artikel.php?pg=2179

0 komentar:

Posting Komentar